HADITS MU’AN’AN
A. Pengertian
1. Hadits Mu’an’an
Menurut bahasa Mu’an’an merupakan isim maf’ul dari kata ‘an’ana yang berarti dari, dari.
Menurut istilah mu’an’an ialah perkataan si rawi, fulan dari si fulan.
Ahli hadits mengatakan pengertian menurut istilah, yakni:
“Hadits yang diriwayatkan dengan memakai perkataan ‘an fulanin dari si fulan, dengan tidak disebut perkataan ia menceritakan atau mengabarkan atau ia mendengar.”
Contoh:
“malik menceritakan dari ibn Syihab, bahwa Sa’ab ibn al-Musayyab mengatakan begini.”
2. Hadits muannan
Menurut bahasa merupakan isim maf’ul dari kata “annana”, yang berarti sesungguhnya, sesungguhnya.
Menurut istilah merupakan pernyataan si rawi. Seperti, telah menceritakan kepadaku si fulan sesungguhnya fulan telah berkata...
Contoh:
“fulan menceritakan kepada kami, sesungguhnya fulan berkata: Sesungguhnya Rasululllah saw bersabda...”
B. Hukum Hadits Mu’an’an dan Mu’annan
Untuk mengetahui hukum hadits mu’an’an para ulama’ telah berbeda pendapat, yang bermuara pada dua pernyataan:
a. Termasuk hadits munqathi’ (terputus) sampai jelas-jelas tersambung.
b. Yang benar dan pendapatnya biasa diamalkan adalah pendapat jumhur dari pakar hadits, fiqih dan ahli ushul, bahwa hadits mu’an’an itu muttashil (bersambung), asalkan memenuhi beberapa syarat. Mereka sepakat dengan dua buah syarat, akan tetapi berbeda pendapat terhadap syarat-syarat lainnya.
Dua buah persyaratan yang mereka sepakati, menurut imam muslim yang harus ada adalah:
1) Hadits mu’an’an itu bukan termasuk hadits mudallas.
2) Memungkinkan mereka untuk saling bertemu, yaitu bertemunya si Mu’an’in dengan orang yang menjadi ‘an’annya.
Sedangkan syarat-syarat yang diperselisihkan, yang menjadi syarat-syarat tambahan bagi dua syarat yang sebelumnya adalah:
a. Kepastian bertemunya. Ini merupakan pendapat Bukhari, Ibn Madani dan para Muhaqqiq.
b. Lamanya persahabatan. Ini adalah pendapatnya Abu Mudaffar as- Sam’ani.
c. Mengetahui terhadap apa yang diriwayatkan. Ini adalah pendapatnya Abu Amru Ad-Dani.
Sedangkan hukum Hadits Mu’an’an ialah:
1) Imam Ahmad dan jama’ah(sekumpulan ahli hadits) menggolongkannya sebagai munqathi’, sampai jelas kesinambungannya.
2) Jumhur ahli hadits. Anna itu sama dengan ‘an, yang mengandung pengertian as-Sima’, meskipun harus memenuhi syarat-syarat terdahulu.
C. Perbedaan Mun’an’an dengan Mu’annan
Sebagian ulama’ membedakan antara ‘an dengan ‘anna. Mereka berpendapat bahwa ‘anna dipahami sebagai keterputusan sampai terlihat jelas adanya sima’ dalam khabar itu melalui jalur lain atau ada indikasi menyaksikan atau mendengar. Sedang menurut mayoritas ulama’, anna seperti ‘an dalam hal kemuttashilan, tentu dengan syarat-syarat yang telah disebutkan.
DAFTAR PUSTAKA
‘Ajaj al-Khatib, Muhammad. Ushul Hadits. Jakarta: Gaya Media Pratama 2007
Hasan al-Mas’udi, Hafidz. Ilmu Musthalahul Hadits. Surabaya: al-Hidayah
Hasan, Qadir. Ilmu Musthalahul Hadits. Bandung: Diponegoro 1991
Imam al-Nawawi. Dasar-dasar Ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka Firdaus 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar