Jumat, 05 Agustus 2011

HADITS MUDALLAS

HADITS MUDALLAS
I. Definisi Hadits Mudallas
Kata “tadlis” secara etimologi berasal dari akar kata “ad-Dallas” yang berarti “adz-Dzulmah” (kedzaliman). Adapun menurut terminologi, yaitu:
“Apabila seorang periwayat meriwayat kan (hadits) dari seorang guru yang pernah ia temui dan ia dengar darinya, (tetapi hadits yang ia riwayatkan itu) tidak pernah ia dengar darinya, (sedang ia meriwayatkan) dengan ungkapan yang mengandung makna mendengar, seperti ‘dari’ atau ‘ia bekata’.”

II. Macam-macam Hadits Mudallas
Tadlis terbagi menjadi dua bagian:
1. Tadlis al-Isnad(tadlis pada sistem sanad)
Seorang meriwayatkan sebuah hadits yang tidak pernah diterimanya dari rawi yang hidup semasa dengannya. ia mengatakan, “Fulan mengatakan” atau “Fulan mengatakan” atau yang sejenisny. Bahkan kadang-kadang ia tidak menggugurkan gurunya atau orang lain, padahal orang-orang itu adalah rawi dhaif. Itu ia lakukan demi untuk menaikkan posisi haditsnya ke posisi yang lebih baik.
2. Tadlisas-Syuyukh (pentadlisan pada guru hadits)
Seorang rawi menyebutkan , memberi julukan (kunyah), menisbatkan, atau mendeskripsikan seorang guru dengan sebutan, julukan, nisbat atau deskripsi yang tidak diketahui. Misalnya pernyataan Abu Bakar Ibn Abi Mujahid Al-Muqri’ bahwa telah meriwayatkan kepada kami Abdullah Ibn Abi Abdillah. Yang dimaksud adalah Abdullah Ibn Abi Daud as Sijistani, pemilik as-Sunah. Abu Daud terkenal dengan kunyah seperti itu, bukan dengan Abu Abdillah.

III. Contoh-contoh hadits mudallas
Hadits yang dikeluarkan oleh imam ahmad (4/289,303), Abu Daud (5212), at-Tirmidzi (2727) dan ibnu majah(3703) dengan jalan:
“Dari Abu Ishaq, dari al-Barra’ Bin ‘Azib, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Tidakkah dua orang muslim yang saling bertemu lalu berjabat tangan melainkan Allah akan mengampuni dosa-dosa mereka berdua mereka berpisah”.

Abu Ashaq as-Sabi’i adalah Amr bin Abdullah, dia tsiqah dan banyak meriwayatkan hadits, hanya saja dia dianggap tadlis. Mengenai ia telah telah mendengarkan hadits dari al-Barra’bin ‘Azib , jelas telah ditetapkan didalam beberapa hadits. Hanya pada hadits ini saja ia meriwayatkan dengan ungkapan yang mengandung kemungkinan telah mendengar langsng, yaitu dengan ‘an ‘anah (menggunakan kata ‘an). Padahal hadits ini tidak ia dengarkan langsung dari Abu Daud al-A’ma (namanya adalah Nafi bin al Haris), sedangkan ia matruk (tertolak haditsnya) dan dituduh berdusta.
Bukti ia tidak mendengarkan secara langsung ialah, Ibnu Abi Dun ya mengeluarkan hadits didalam kitab al-ikhwan (h. 172) dari jalan Abu Bakar bin ‘Iyasy, dari Abu Ishaq, dari Abu Dawud, ia berkata: aku menemui al-Bara’ bin’Azib, kemudian aku menjabat tangannya, lalu ia berkata: Aku mendengarkan Rasulullah saw bersabda... ia menyabutkan hadits diatas.
Diantara riwayat yang menunjukkan bahwa hadits tersebut berasal dari Abu Daud al-A’ma adalah: Imam Amad mengeluarkan hadits tersebut dalam musnadnya (4/289) dengan jalan, Mallik bin Maghul, dari Abu Daud ... Dan seterunya. Dengan demikian, hadits Abu Ishaq dari al-Barra’ adalah Mudallas.
Contoh lain, hadits yang dikeluarkan oleh at-Tirmidzi didalam kitab al-Jami’, dengan jalan:
“Dari Muhamad bin ishaq bin Yasar, dari Ashim bin Umar bin Qatadah, dari mahmud bin Labid dari Rafi’ bin Khadij, ia berkata: Aku mendengar rasulullah saw bersabda,” Tunggulah sampai langit menguning untuk shalat fajar, karena hal itu sebesar-besar pahala.”

Muhammad bin Ishaq bin Yasar orangnya jujur, hanya saja ia mudallis, bahkan termasuk orang yang banyak mentadliskan riwayat. Dia telah mentadliska sanad ini, karena ia menerima riwayat dari Muhammad bin ‘Ajlan, dari ‘Ashim bin Umar.
Imam Ahmad telah mengeluarkan hadits tersebut dengan sanad (3/465):
“Telah menceritakan kepada kami Yazid, ia berkata: Telah menkhabarkan kepada kami Muhammad Bin Ishaq, ia berkata: Telah memberitakan kepada kami Ibn ‘Ajal... lalu ia menyabutkan hadits dengan matan seperti diatas.
Riwayat ini menegaskan bahwa Ishaq telah mendengarkan hadits ini dari Ibn ‘Ajal.


IV. Hukum Hadits Mudallas

A. Hukum tadlis al-isnad
Mengenai hukum tadlis al-isnad ada tiga pendapat dikalangan ulama. Yang dapat kita kaitkan dengan status hukum hadits mudallas itu sendiri:
1. Sebagian ulama mengatakan bahwa orang yang diketahui melakukan tadlis, maka ia menjadi majruh dan tertolak riwayatnnya secara mutlak. Meskkipun ia menjelaskan adanya sima’ dan meskipun tadlis yang dilakukan diketahui hanya sekali saja.
2. Sebagian lagi mengatakan bahwa hadits mudallas bisa diterima, karena tadlis sama dengan Irsal. Alasan inilah yang diikuti oleh sebagian besar mereka yang menerima hadits mudallas, termasuk didalamnya kaum Zaidiyyah.
3. Sebagian yang lain mengatakan bahwa ditolak setiap hadits yang mengandung tadlis. Sedang hadits-hadits yang lain yang tidak mengandung tadlis bisa diterima.

B. Hukum tadlis as-Syuyukh

Hukum melakukan tadlis as-Syuyukh adalah makruh menurut ulama hadits, karena mengandung kerumitan bagi pendengar untuk mengecek sanadnya atau mengecek guru-gurunya. Ini jelas mengandung penyia-nyiaan atas orang yang diambil riwayatnya, disamping atas diri yang diriwatkan. Sebab ketika ia menyebutkan gurunya dengan sebutan yang tidak biasa dikenal, maka mengakibatkan statusnya majhul.
Kemakruhan itu berbeda-beda, tergantung faktor yang mendorong seseorang melakukannya. Yang paling buruk adalah dikarenakan faktor kedhaifan syekhnya. Ia melakukan tadlis sehingga riwayatnya tidak tampak berasal dari perawi-perawi dha’if. Ini jelas tidak diperbolehkan secara mutlak, karena mengandung penipuan dan pengelabuan.









Daftar Pustaka

An-Nawawi, Abu Zakaria Yahya bin Syafa, Dasar-dasar Ilmu Hadits, Penerjemah: Syarif Hade Masya, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2009)
Al-khatib, Muhammad Ajjaj, Ushul al-Hadits, Penerjemah: M. Nur Ahmad Musyafiq (Jakata: Gaya media pratama, 2007):Maktabah Ibn Taimiyah, 1997
Salim, Amru Abdul Mun’im, Tafsir Ulumul Hadits, Penerjemah: Abah Zacky (Mesir: Maktabah Ibn Taimiyah, 1997)

4 komentar: